Memahami Imdonesia tidak bias dipisahkan dari peran serta sebuah sosok yang dimanakan aemuda. Jauh sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah bangsa, pemuda telah lebih dahulu mendobrak pintu perlawanan terhadap penindasan kolonialissme. Didalam buku-buku sajarah telah dinyatakan bahwa dialektika bangsa ini selalu melibatkan pemuda sebagai peran sentral. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika Benedict Anderson menyatakan :
“Saya menemukan bahwa keterangan-keterangan mutakhir dari orang-orang Indonesia, Belanda dan Inggris, sama-sama menekankan bahwa, peranan inti awal pecahnya revolusi itu diambil bukan oleh para cendikiawan yang terasing, bukan juga terutama oleh kelas-kelas tertindas, melainkan oleh kaum muda, atau sebagaimana orang-orang Indonesia menyebutkan mereka, Pemuda”1.
Sebagaimana sejarah telah mencatat dengan tintah emas bahwa pemuda adalah barisan terdepan dalam momentum-momentum penting di negeri ini. Sebagai contoh yaitu Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, Chairul Saleh dan yang lainnya merupakan representasi dari sosok pemuda.
Defenisi pemuda menurut Francois Raillon ialah berdasarkan usia dari 15 tahun sampai 30 tahun2. namun ketika dibawah rezim Orde Baru, pemuda tidak lagi berada dalam batas-batas usia tertentu, akan tetapi pemuda dijadikan menurut pemahaman Orde Baru yang mengharuskan pemuda berkonotasi dengan pembangunan seperti selogan-selogan Orde Baru itu sendiri serta harus berada dibawah naungan wadah yang dibentuk oleh rezim yang berkuasa yaitu Komite Nasional Pemuda Indonesia atau KNPI yang dibentuk pada juli 1973.
Didalam sejarah, peran sentral pemuda dalam dinamika bangsa Indonesia sering disebut dengan angkatan-angkatan, sebagaimana Pramoedya Ananta Toer dalam pidatonya pada saat dilantik menjadi anggota PRD di Jakarta, 21 Maret 1999 dengan judul “Angkatan Muda Sekarang” membagi angkatan-angkatan tersebut menjadi lima (5) angkatan dalam pergolakan Indonesia sampai tahun 1970an berdasarkan karakteristik masing-masing angkatan. 1. Angkatan belasan yaitu para mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah kolonial untuk belajar ke Belanda dan disana mereka menemukan kesadaran tentang tanah air dan nasionnya dan mereka menamai dengan Indonesia, 2. Angkatan 20-an dengan Sumpah Pemudanya, 3. angkatan 45 yang tanpa pamrih siap mengorbankan jiwa dan raga mereka mempertahankan kemerdekaan nasional disetiap jengkal tanah air, 4. angkatan 66, sebuah angkatan yang tak ada sesuatu yang perlu dinilai, dan 5. angkatan Malari yang menghendaki reformasi dengan pekikan “Militer kembali kebarak”3.
Selain lima(5) angkatan yang disebutkan oleh Pramoedya Ananta Toer diatas, tidak ada salahnya memasukan sebuah angkatan lagi, yaitu angkatan 1998. gerakan mahasiswa 1998 layak untuk disejajarkan dengan prestasi-prestasi gerakan mahasiswa dan pemuda sebelumnya. Dengan gerakan massa yang di motori oleh mahasiswa serta haris berhadapan dengan kekuatan aparatur Negara yang masih terkonsolidasi dengan baik serta walau pun harus membawa korban ternyata target yang ingin dicapai oleh gerakan massa tersebut berhasil dicapai dengan ditandai pendudukan gedung parlemen yang pada akhirnya membawa pada kejatuhan Presiden Soeharto.
Dalam buku Penakluk Rezim Orde Baru,Gerakan Mahasiswa 98 pada bagian Prolog oleh Soewarsono, kata angkatan secara istilah lebih dekat dengan kata pemuda sedangkan istilah mahasiswa ialah termasuk kedalam varian dari pemuda, hal ini berdasarka pada usia serta keterlibatan mahasiswa didalam KNPI.
Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda ternyata lebih maju dibandingkan dengan bagian-bagian lain dari pemuda, hal ini dikarenakan mahasiswa termasuk juga sebagai kaum intelektual yang dilatih agar mampu menempati posisi terdepan dalam perubahan dimasyarakat.
Sebagai yang terdepan dalam proses perubahan, secara umum mahasiswa mempunyai dua peran pokok, yaitu sebagai kekuatan korektif terhadap dinamikan yang berkembang dalam masyarakat serta sebagai kekuatan yang membangun kesadaran kepada masyarakat akan dinamika yang berkembang di dalam masyarakat4. jadi dengan kata lain peran kedua dari mahasiswa ialah mengorganisir serta berjuang bersama masyarakat.
Gerakan Mahasiswa tahun 1966
Berbicara gerakan mahasiswa tahun 1966, maka kita tidak akan bias memisahkan dengan kejadian-kejadian yang masih misterius sampai sekarang. Walau pun masih ditutupi kabut tebal seputar peristiwa G30S, rasanya tidaklah salah bila penulis mengangkat seputar gerakan mahasiswa dalam menumbangkan Soekarno serta menghantarkan Soeharto pada puncak kekuasaan.
Demokrasi terpimpin berdiri sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Soekarno dengan disokong oleh kekuatan militer dengan berlandasan pada konstitus UUD 1945. dampak dari diterapkannya Dekrit Presiden ini membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi.
Untuk menyokong kekuasaannya, Soekarno pada pidato kenegaraan Presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita, mencanangkan Manipol Usdek, U(UUD45), S(Sosialis Indonesia), D(Demokrasi Terpimpin), K(Kepribadian Indonesia). Kemudian dirumuskan juga penggabungan ideologi-ideologi besar kedalam satu konsepsi yang disebut Nasakom5.
Sebagai pusat kekuasaan, ternyata banyak kekuatan-kekuatan politik yang mencoba untuk mendapatkan posisi strategis disekitar Soekarno. Kakuatan-kekuatan yang paling nyata berebut pengaruh ialah PKI dan TNI AD. Ujung dari persaingan antara PKI dan TNI AD tersebut ternyata berujung pada meletusnya tragedi G30S.
Pasca pecahnya pristiwa G30S, ternyata membawa persatuan kekuatan mahasiswa dan militer anti Soekarno. Dengan terbunuhnya para Jendral AD menjadikan alasan yang kuat untuk menggoyang posisi Soekarno disamping alasan-alasan kemiskinan serta instabilitas politik dan pertentangan paham yang tiada henti, atau dalam pandangan Anderson dan Mcvey, bahwa pristiwa G30S adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideology-ideologi yang jauh lebih luas6.
Untuk menyikapi G30S, maka dibentuklah sebuah kesatuan aksi pada tanggal 2 Oktober 1965 yang bertujuan untuk membersihkan PKI beserta unsur-unsurnya yang dianggap dalang tragedi berdarah tersebut. Salah satu kesatuan aksi tersebut adalah kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu).
Memasuki fase berikutnya, berdasarkan hasil rapat dirumah menteri Pendidikan Tinggi, Brigjen Syarif Thayep dinyatakan bahwa kesatuan aksi mahasiswa Indonesia (KAMI) terbentuk tepat pada tanggal 25 Oktober 1965. KAMI didominasi oleh PMKRI,SOMAL,PMII dan Mapancas7. KAMI didukung penuh oleh militer dikarenakan bukan hanya memiliki tujuan yang sama serta aktivis-aktivis KAMI ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh militer anti Soekarno8.
Sebelum KAMI muncul, aksi-aksi mahasiswa masih bersifat sporadis,tidak menyatu serta tidak tersistematis. Setelah KAMI berdiri, gerakan mahasiswa lebih terfokus dengan menyuarakan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi dari Tritura tersebut ialah Bubarkan PKI, Retool Kabinet dan Turunkan Harga Barang.
Pada tanggal 16 Februari 1966, Soekarno malakukan reshuffle kabinet Dwikora, akan tetapi kebijakan Soekarno tersebut ditentang oleh mahasiswa karena komposisi kabinet yang baru masih diisi oleh orang-orang PKI, korup serta tidak kompeten. Tepat pada tanggal 24 Februari 1966 pada saat pelantikan kabinet Dwikora, jatuh korban tewas dari mahasiswa ketika melakukan aksi, salah seorangnya adalah Arif Rahman Hakim (mahasiswa kedokteran UI)9.
Dalam menghadapi aksi-aksi mahasiswa yang bertambah luas dan massif, akhirnya Soekarno membubarkan KAMI dengan keputusan Presiden No 4/Kogam/196610. pasca pembubaran KAMI oleh Soekarno, mahasiswa membentuk wadah baru yang diambil dari nama mahasiswa yang gugur dalam aksi-aksi tahun 1966, yaitu Laskar Arif Rahman Hakim (Laskar ARH) yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta11.
Pasca keluarnya surat perintah sebelas Maret (Supersemar) serta pembersihan terhadap kekuatan-kekuatan PKI dan Soekarno, naiklah Jendral Soeharto ketampuk kekuasaan. Seluruh anggota legislative pendukung PKI dan Soekarno diganti kan dengan orang-orang pendukung Jendral Soeharto, diantaranya merupakan perwakilan dari mahasiswa, antara lain Fahmi Idris, Jhony Simanjuntak, David Napitupulu, Mar’ie Muhammad, Liem Bian Koen, Soegeng Sarjadi, Nono Anwar Makarim, Yozar Anwar, Cosmas Batubara dan Slamet Sukirnanto12.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Pasca turunnya Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia maka masuklah pada babak baru yaitu Orde Barudibawah pimpinan Jendral Soeharto. Naiknya Soeharto terhitung sejak keluarnya surat perintah sebelas Maret atau Supersemar. Naiknya Soeharto tersebut tidak bias dilepaskan dari peran mahasiswa angkatan 66dalam menggulingkan Soekarno. Seymour M Lipset menggambarkan keberhasilan gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam menggulingkan Soekarno sejajar dengan keberhasilan mahasiswa menggulingkan Juan Peron (1955) di Argentina dan Peres Jimones (1958) di Venezuela.
Setelah lebih dari 30 tahun Soeharto berkuasa dengan sangat otoriter, timbullah perlawanan-perlawanan dari mahasiswa. Penggulingan Soeharto pada tahun 1998 sebenarnya puncak dari perjuangan-perjuangan mahasiswa sebelumnya.
Kejatuhan Soeharto dapat dirunut ketika terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. krisis ini bermula jatuhnya nilai mata uang Thailand yang kemudian diikuti oleh Negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pada bulan Juli 1997 nilai tukar Rupiah jatuh menjadi Rp 240013. dampak dari melemahnya nilai Rupiah ini membuat dunia usaha menjadi tidak berkutik bahkan sampai gulung tikar serta melonjaknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok.
Ternyata dampak dari krisis ekonomi ini dianalisa oleh seorang ekonom UI, Faisal Basri dengan mengambil kesimpulan yang cukup provokatif :
“Kalau pemerintah masih juga mencari jalan pemecahan dengan cara berputar-putar dan mencoba-coba, karena enggan menengok ke inti permasalahan dari krisis yang terjadi,agaknya ratusan juta penduduk miskin tak akan lagi mau diajak bersabar dengan janji-janji tanpa perlu menunggu mahasiswa dan intelektual bergerak, mereka dengan sendirinya akan melangkahkan kaki mencari sesuap nasi untuk tujuan survival semata. Ditambah dengan seonggok persoalan lain yang belum kunjung menunjukan perbaikan berarti, maka secara ekonomi dan politik masalahnya menjadi semakin rawan. Dosa besar kalau kita berdiam diri menunggu hingga anarki berkecamuk”14.
Dari krisis ekonomi yang timbul pada saat itu, ternyata dijadikan momentum politik mahasiswa untuk meruntuhnya Orde Baru. Mahasiswa memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem yang demokratis itulah yang membuat krisis ekonomi semakin parah. Lebih lanjut KM UGM menyatakan bahwa rezim Soeharto tidak bias ditoleransi lagi, karena dosanya menciptakan kelaparan dan menindas rakyat yang sudah berkorban dengan darah dan air mata selama ini. Jadi krisis ekonomi ini bagi KM UGM harus dijadikan momentum untuk melakukan perlawanan menentang rezim Soeharto15.
Pada tanggal 25 Februari 1998, kelompok civitas academica UI melakukan aksi mimbar bebas di UI Selemba. Aksi ini terdiri dari mahasiswa UI dan ikatan alumni UI (ILUN UI) menuntut agar pemerintah mengatasi krisis yang terjadi 16.
Pada sidang umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-11 Maret 1998 menetapkan Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya. Pasca pengukuhannya sebagai Presiden, Soeharto ternyata membuat kebijakan yang menambah sakit hati rakyat, yaitu dengan melantik Siti Hardiyanti Rukman sebagai menteri Sosial, Bob Hasan sebagai menteri Perindustrian dan perdagangan, mengangkat Haryanto Danoetirto dan Abdul Latif yang merupakan kroni-kroni Soeharto17.
Akan tetapi yang membuat marah mahasiswa ialah diangkatnya Wiranto Arismunandar sebagai meteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dia adalah mantan rector ITB periode 1986-1997. Selama kepemimpinannya di ITB, sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di skorsing karena kebijakan NKK/BKK.
Pasca sidang umu MPR, aksi-aksi mahasiswa menentang Soeharto semakin meluas. Tercatat dari 49 aksi mahasiswa pada Februari 1998 langsung melonjak mencapai 247 aksi pada Maret 1998. Aksi-aksi tersebut merata diseluruh Indonesia. Rekor terbesar dibuat mahasiswa Surabaya (35 aksi) diikuti Ujung pandang (32 aksi), Bandung (28 aksi), Yogyakarta (25aksi), Solo (19 aksi), Malang (17aksi) dan Semarang (16 aksi)18.
Radikalisasi aksi mahasiswa semakin hari semakin meningkat, sehingga sering terjadi bentrokan-bentrokan dengan aparat keamanan (tentara dan polisi). Di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi keluar kampus dengan aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan ditembaki oleh militer sampai kedalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utara (USU) diliburkan beberapa hari19.
Dari bentrokan-bentrokan pada saat aksi mahasiswa dengan aparat mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak mahasiswa. Di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Jawah Tengah, 65 mahasiswa terluka dan 28 diantaranya harus dilarikan ke rumah sakit. Di Solo, bentrok mengakibatkan sebelas mahasiswa luka-luka. Dimalang, Jawa Timur,bentrokkan mahasiswa dengan polisi terjadi di dua tempat perpisah, Harian Jawa Pos mencatat 30 mahasiswa luka-luka.
Dalam menanggapi aksi-aksi mahasiswa, Orde Baru mencoba meredakan aksi-aksi mahasiswa tersebut dengan melakukan penculikan terhadap pimpinan-pimpinan aksi tersebut.beberapa aktivis yang diculik antaranya : Faisol Reza, Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang , Pius Lustrilanang dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih ada 15 aktivis yang belum diketemukan, sedangkan mayat Gilang ditemukan di Madiun. Aksi penculikan ini dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowa Sukbianto, menantu Presiden Soeharto. Ada pun kelima belas aktivis yang belum ditemuakan ialah :
1. Aristoteles Masoka
2. Wiji Thukul (Wiji Widodo)
3. A. Nasir
4. Hendra Hambalie
5. Ucok Munandar Siahaan
6. Yadin Muhidin
7. Herman Hendrawan
8. Petrus Bimo Anugrah
9. Suyat
10. Dedy Hamdun
11. Ismail
12. Noval Alkatiri
13. M. Yusuf
14. Sonny
15. Yani Avri 20
Peristiwa berdarah juga terjadi pada tanggal 12 Mei ketika terjadi aksi di Universitas Trisakti, Jakarta. Empat mahasiswa gugur tertembak. Kejadian ini membuat kemarahan rakyat sehingga mengakibatkan Jakarta lumpuh totaldengan adanya kerusuhan masal. Adapun korbantewas pada tragedy Trisakti tersebut ialah sebagai berikut :
1. Elang Mulyana Lesmana,19 tahun, tewas tertembak diatas tangga
2. Hery Hartanto,21 tahun, tewas tertembak di dekat tangga
3. Hendriawan, 20 tahun, tewas tertembak ketika berlari menuju tiang bendera
4. Hafidhin Rayyan, 21 tahun tewas tertembak didekat telepon umum21.
Selain aksi-aksi jalanan yang dilakukan oleh mahasiswa, peristiwa lain yang mempercepat turunnya Soeharto dari kursi kekuasaannya adalah pendudukan gedung DPR/MPR oleh ratusan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan pengunduran diri nya sebagai Presiden dan digantikan oleh wakilnya BJ Habibie.
Rabu, 04 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar